Apakah kira kira, kita adalah manusia (dalam arti yang seutuhnya), atau hanya mengaku-ngaku saja sebagai manusia?? jika anda adalah seseorang yang suka merenung tentang hakikat kehidupan, pertanyaan semacam ini semestinya menjadi bagian yang sering anda persoalkan. jawabannya bisa dicari dengan menggali ke dalam "diri", atau mencarinya di luar diri, semisal bertanya pada seorang guru, membaca literatur, atau mendengar aneka pendapat dari para ahli.
Dalam beberapa literatur yang membicarakan tentang hakikat kehidupan (yang saya yakin, lahirnya literatur ini juga hasil perenungan mendalam ke dalam diri dan pembacaan lebih lanjut pada alam eksternal), disebutkan bahwa dalam penciptaan alam jagad raya ini, manusia disebut sebagai akhir dari penciptaan, puncak dari sebuah evolusi alam raya. pada penciptaan sebelum manusia, Tuhan telah menciptakan makhluk-makhluk lain, yaitu tumbuh-tumbuhan dan binatang.
Keunggulan manusia sebagai puncak penciptaan, ia memiliki kualitas yang dimiliki oleh makhluk- makhluk sebelumnya. manusia dapat tumbuh berkembang, seperti sifat dasar yang dimiliki oleh tumbuhan. manusia juga memiliki hasrat seperti halnya binatang. dua kualitas ini saja sudah membuktikan bahwa manusia mengandung unsur biologis seperti halnya binatang dan tumbuhan. lalu, apakah yang membedakan manusia dengan dua makhluk tersebut, binatang dan tumbuhan?, apakah pembedaan ini juga perlu? lalu untuk apa?
Sejatinya, manusia diberi kelebihan berupa "akal budi" agar ia senantiasa berfikir dalam bertindak serta bijaksana dalam perbuatan. kualitas ini yang membuat ia diunggulkan dari makhluk lainnya. menjadikan ia sebagai manusia yang sebenar-benarnya. jika ia hanya mengurusi kebutuhan biologis dan hawa nafsunya saja, tak ada bedanya ia dengan tumbuhan dan binatang. oleh karena itu, manusia juga wajib merawat rasionalitasnya, merawat akal budinya agar dapat menjalankan kehidupan dengan sebaik-baiknya. tanggung jawab inilah yang menjadikan manusia diposisikan sebagai leader dalam kehidupan di dunia ini. akal budi yang bijak akan membawa kemaslahatan bagi kehidupan dunia beserta segenap para penghuninya. itulah manusia, itulah kelebihannya dibandingkan makhluk lainnya, dan itulah tanggung jawabnya di dalam kehidupan ini. bukan tanggung jawab tumbuhan apalagi binatang.
Manusia yang merawat akal budinya dengan kebijaksanaan akan membawa kemaslahatan, bukan kerusakan. kualitas diri manusia harus diimplementasikan dalam wujud kesejahteraan bagi semua makhluk. manusia yang kehilangan jati dirinya, hanya menuruti kebutuhan biologis dan hawa nafsunya, lupa menuruti akal budinya yang mencirikan ia sebagai manusia, hanya akan membawa pada kerusakan. dimulai dari kerusakan diri sendiri serta kemudian lingkungannya. maka mari kita renungkan sekali lagi, apakah kita sudah layak menyebut diri kita sebagai manusia? atau kita masih berada pada level di bawah itu semua, hanya mengaku-ngaku sebagai manusia saja?
Sumber Bacaan:
Katanegara, Mulyadhi. Menembus Batas Waktu, Panorama Filsafat Islam. Badung: Penerbit Mizan, 2002
Komentar
Posting Komentar